
Musim haji tahun ini baru saja dimulai. Pelepasan jemaah haji kloter pertama asal Indonesia telah dilepas sejak tanggal 2 Oktober 2011 yang lalu. Tercatat sekitar 221 ribuan jemaah haji yang berkesempatan untuk menunaikan ibadah haji ke tanah suci pada periode tahun ini. Jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya.
Sesungguhnya peminat kaum muslim di Indonesia untuk menunaikan ibadah haji sangat besar. Terbukti dengan deretan daftar tunggu untuk melaksanakan ibadah haji di pelbagai daerah di Indonesia yang begitu panjang, berkisar diantara delapan hingga dua belas tahun ke depan. Gambarannya, apabila di tahun 2011 ini seseorang mendaftarkan diri untuk menunaikan ibadah haji, kemungkinan paling cepat ia akan berangkat ke tanah suci guna menunaikan ibadah haji di tahun 2019 mendatang, atau delapan tahun setelahnya. Kebijakan ini sedikit longgar kepada mereka calon jemaah haji yang berumur 60 tahun ke atas, yang (kabarnya) akan menjadi prioritas utama dalam daftar tunggu.
Rasanya ini kurang adil bagi saya. Kita umpamakan dua orang sebagai contoh, Umi dan Abi.
Umi seorang janda. Umurnya tak lama lagi akan menyentuh 56 tahun. Kurang lebih sepuluh tahun yang lalu, ia bercerita kepada anak sulungnya tentang keinginannya untuk menginjakkan kaki di tanah suci Makkah. Umi ingin sekali menunaikan salah satu dari isi rukun islam itu. Namun apa daya, modal Umi belum cukup untuk memenuhi hasratnya. Ia bersabar. Kurang lebih delapan tahun menabung dari hasil usahanya membuka warung nasi kecil-kecilan, plus dengan (terpaksa) menjual sebidang tanah satu-satunya yang dimiliki oleh keluarga sederhana itu, akhirnya dana tercukupi. Umi mendaftar di tahun 2011. Ia dinyatakan akan berangkat di tahun 2017, atau enam tahun kemudian (diumpamakan Umi mendapatkan prioritas karena berumur di atas 60 tahun di tahun 2016). Namun sayang, Umi keburu meninggal pada usia 61 tahun, atau setahun sebelum ia direncanakan akan berangkat ke tanah suci.
--
Sekarang si Abi. Umurnya baru 42 tahun. Ia mapan dan kaya raya. Selain sebagai anggota legislatif, ia juga seorang pengusaha di bidang pertambangan. Hartanya bermilayar-milyaran. Di awal tahun nanti, musim pemilihan kepala daerah (pilkada) di daerahnya akan digelar. Ia maju sebagai salah satu kandidat. Demi pencitraan, sebelum perhelatan pilkada dilaksanakan, ia berniat untuk berangkat haji. Ia mendaftar sebagai calon jemaah haji khusus, jadi tidak perlu mengantri bertahun-tahun, namun dikenai rate yang jauh lebih mahal! Tak tanggung-tanggung, seluruh anggota keluarga besarnya diboyong, termasuk anak bungsunya yang masih duduk di kelas 2 SMP. Namun padahal, sebelumnya Abi sudah pernah melaksanakan ibadah haji sebanyak enam kali di dalam hidupnya.
--
Terkadang heran, jurang perbedaan di Indonesia terlalu ekstrem sepertinya. Kasus contoh seperti yang tersaji di atas bukan tidak mungkin tergambarkan di kehidupan realita. Yang sepatutnya dipertimbangkan dan menjadi block note pada permasalahan ini ialah, perlunya evaluasi terhadap calon jemaah haji yang sekiranya sudah pernah berangkat haji namun kembali mendaftar untuk periode selanjutnya. Alangkah lebih adilnya dahulukan atau prioritaskan bagi mereka yang sama sekali belum pernah menunaikan ibadah haji. Sehingga nantinya tidak hanya sekedar niat mereka yang sampai kesana, namun juga beserta ruh dan jiwa. Insya Allah.
0 komentar:
Posting Komentar