tulis saja, walau sedikit, apa saja..

Jumat, 11 Februari 2011

Kesungguhan Indahnya Kematian


Mati. Coba hitung, selama anda “menumpang” di dunia, selama anda “dititipkan” ruh olehNya, selama ini anda bernafas, meraih apa-apa anda yang diinginkan, bahagia, bahkan merasa tidak ingin mati karena saking besarnya nikmat yang diberikan oleh karena dan dariNya, sekali lagi coba hitung, sudah berapa kali anda ingat dengan perihal KEMATIAN? Pernahkah sekali saja, anda tidak dapat tidur dikarenakan pikiran anda terbawa kepada bayang-bayang kematian? Atau selepas mengantar orang-orang terdekat anda yang telah meninggal ke perkuburan, pernahkah anda bertanya dalam hati, “sudah siapkah aku untuk itu bila sampai giliran itu kepadaku?”, seraya mata anda mengintip ke dalam lubang kuburan yang siap menanti anda kapan saja.

Mati. Kini semua manusia yang hidup sedang dalam perjalanan menuju ke arah sana. Beberapa menit lagi, satu jam kemudian, keesokan harinya, tahun depan, entah sampai kapan itu batas waktu hidupnya, setiap yang bernyawa pasti akan tiba masa akhirnya. Satu per satu orang-orang di sekitar kita bertumbangan, dibungkusi kain kafan, dikuburkan pada liang lahat, lalu ditinggalkan sendirian, sunyi, sepi, amat gelap, khawatir dosa yang dimiliki lebih banyak daripada jumlah pahala, khawatir azab yang nanti akan diterima sungguh berat dan tak kunjung usai, khawatir dan meratapi diri lalu memohon-mohon untuk dikembalikan ke dunia seraya berjanji untuk selalu tunduk dan taat kepadaNya, berjanji untuk tidak akan mengulanginya lagi. Tapi semuanya telah terlambat, yang hidup akan mati, dan yang telah mati tidak mungkin untuk dihidupkan kembali. Yang dikubur akan menunggu kita wahai umat manusia. Lantas kita akan berjalan bersamaan pada Padang Mahsyar. Bayangkan, semenjak kita mati, yang kita miliki hanya ketiadaan. Sekeras apapun kita berteriak untuk meminta pertolongan, semuanya akan menjadi sia-sia. Sia-sia.

Coba bayangkan. Mati. Di penghujung umur kita, pada beberapa tarikan nafas terakhir kita, pada saat dimana orang-orang berkumpul di sekeliling kita, menuntun kita pada bacaan kalimat Syahadat, untuk sekejab kemudian akan menutup kedua mata kita, yang pertanda kita telah tiada, kita telah “diangkat”, kita yang dimana mau tak mau harus siap untuk menghadapNya, mau tak mau harus siap untuk menjalani hukuman dariNya, apa yang sekiranya nanti akan kita rasakan? Bahagia karena amal kita serasa sudah cukup banyak untuk ditimbang, apa ketakutan sampai lidahpun terasa kelu menyimpan malu akibat dosa yang terlalu banyak kita pikul untuk kita bawa pada “pengadilan” yang sebenarnya?

Mati. Hampir sebagian besar orang menakutinya. Kebanyakan orang tak pernah sedikitpun memikirkannya. Karena mati. Ya, mati. Mati, untuk dipirkan saja, untuk dibayangkan saja, manusia-manusia ciptaanNya sudah begitu memimpiburukkannya, apalagi bila itu sampai benar terjadi padanya. Lantas apa yang ditakuti? Dosa? Bukannya semuanya sudah jelas, apa yang menjadi larangan Allah, apa yang menjadi perintah Allah. Coba, setiap sedikit saja kita berpeluang untuk mendekati larangan Allah, setiap sedikit saja kita berpeluang untuk menjauhi perintah Allah, ingatlah mati. Ingat dosa, ingat pahala kita. Sulit memang dalam pengaplikasiannya, tapi cobalah sedikit demi sedikit. Iramakan kematian dalam hatimu, iramakan bahwa suatu ketika waktu yang dirahasiakan olehNya, engkau akan “diambil” lagi olehNya, iramakan bahwa engkau hanya untuk sementara, iramakan bahwa di dunia, yang engkau cari hanya pahala, yang engkau perbuat hanya karenaNya, iramakan bila suatu saat nanti hari-harimu dihiasi dengan akhlak yang berbudi, lalu engkau mati dengan tersenyum, engkau mati dengan membawa modal sejumlah amal pahala, engkau mati dengan dishalatkan beribu-ribu jamaah, engkau mati dengan diantarkan banyak pelayat, engkau mati lalu seketika hujan turun membasahi bumi, engkau mati namun yang hidup tak putus-putusnya mendoakanmu, engkau mati namun pahala tetap mengalir untukmu, engkau mati dengan surga tujuan akhirmu. Renungi.

Sekarang coba buka kedua telapak tangan kita. Seberapa sering kita menengadah kepadaNya? Ketika kita sedang bergembira, berhasil pada pencapaian, kita acap kali lupa kepadaNya. Namun ketika kita terjerambab pada masa-masa sulit, kita sungguh merasa ingin dekat sekali kepadaNya, bahkan berurai air mata. Manusia memang terlalu kejam pada penciptanya.

Kebetulan, rumahku berada tidak jauh dari areal perkuburan (di Pekanbaru). Jadi, sedikit banyaknya dalam setiap seminggu itu minimal ada saja orang yang berbondong-bondong lewat di depan rumahku untuk mengantarkan jenazah pada peristirahatan terkahirnya. Kalau pada saat hari jumat iring-iringan jenazah lewat di depan rumahku, aku senantiasa tersenyum. Entah ini benar atau tidak, entah ini ada dijelaskan pada agama atau tidak (maklum, karena keterbatasan ilmu agama yang saya miliki), hikayah orang terdahulu mengatakan, setiap mereka yang “dipanggil” olehNya pada hari jumat, pertanda dahulu, di masa hidupnya ia memiliki kepribadiaan yang baik. Allhu’alam. Aku tersenyum bila itu benar adanya, maka beruntunglah baginya, kelak siksaan yang akan ia terima tak akan terlalu berat. Dalam senyumku aku berdoa, turut sertakanlah aku ya Allah pada surgamu di akhirat kelak. Amin.

Sebenarnya ada banyak “pengingat” bagi kita, bahwa kematian begitu teramat dekat dengan kita. Ayah dan ibu yang tak lagi muda, untuk kemudian wafat pada waktunya. Nenek dan kakek yang tengah sakit-sakitan, tak lama, lalu meninggal. Sanak saudara, tetangga, karib kerabat, tokoh-tokoh terkenal yang telah banyak “berpulang”, bahkan tak jarang dengan cara yang mendadak. Sekali lagi ini menandakan bahwa kematian begitu teramat dekat dengan kita, kapanpun itu, cepat atau lambat, kita memiliki peluang untuk itu.

Aku juga pernah “ditinggal” lebih dahulu oleh sahabat-sahabatku di masa hidupku. Sahabatku di masa sekolah dasar (SD), “dijemput” karena penyakit kanker darah, meninggal kira-kira aku masih duduk di kelas 1 SMP. Teman sebangkuku di masa smp, seorang yang jago membuat komik, “dipanggil” Yang Maha Kuasa ketika aku beranjak SMA. Seorang teman dekatku, teman berbagi tawaku, teman satu grup nasyidku di kala itu (hingga kami berhasil meraih juara di sebuah ajang perlombaan, sertifikatnya masih ku simpan), calon teman sekampusku, teman yang amat baik, juga telah lebih dahulu “berpulang”. Kabar kepergiannya ku terima pada saat aku berada kurang lebih di semester 4 masa perkuliahan. Satu per satu mereka telah tiada, dan hingga sampai pada masanya, maka giliranku, giliran masing-masing kita untuk berada pada apa yang telah mereka alami sebelumnya.

Sekarang yang menjadi masalah ialah tentang psikologi kita. Apa kita siap untuk menjalani masa setelah kematian? Masa dimana segala dosa dan pahala dipertimbangkan. Percayalah, kesemuanya tidak akan ada yang perlu dikhawatirkan, kalau kita benar-benar siap untuk itu, untuk mati, untuk menemui “sang ajal”. Tinggal sekarang bagaimana kita berusaha untuk mengumpulkan lebih giat lagi sisa-sisa amal kita, sebagaimana kita mengumpulkan uang demi uang untuk pemenuhan kebutuhan hidup kita yang tak pernah ada habisnya, seperti mahasiswa tingkat akhir yang berusaha mengumpulkan berbagai pengetahuan demi selesainya tugas akhir, layaknya usaha yang ditunjukkan berbagai orang-orang untuk mewujudkan impiannya. Imbangi segala-galanya, demi dunia-demi akhirat, “mencari” di dunia untuk dunia-“mencari” di dunia untuk akhirat, tanggung jawab kita kepada seluruh wujud ciptaanNya-tanggung jawab kita kepada Allah SWT. Iringi setiap nafasmu dengan mengingat kematian, ubah ketakutanmu dengan kekhawatiran dosamu yang semakin hari semakin banyak, sugestikan dirimu untuk meninggalkan larangan-laranganNya dan menuruti seluruh perintahNya dikarenakan kekhawatiranmu tadi.

Jangan bersedih, karena engkau tak lama lagi akan bersua padaNya. Percantik dirimu dengan pahalamu. Engkau akan bertemu kekasih abadimu, Tuhan Semesta Alam.

Pada suatu renungan hari ke-12 Februari, di sepertiga malam terakhir.

5 komentar:

  1. aq gangguin si omen..
    za za di luar sana?hohoho :D

    BalasHapus
  2. boleh digangguin, asal dikasi makan juga. haha..

    hemmmm, ketebak deh! si senjakala lembut! :p

    BalasHapus
  3. numpang komen dika..hehe
    mantap..
    :)

    BalasHapus
  4. aq udah punya juga nih ka..
    *newbie*
    jangan diejek-dikasi kripik aja :D

    BalasHapus
  5. adek: adeeeeeek.. akhirnya ada jga yg follow ni blog. gracias!! hahaha.. souvenir bisa diambil di darce' (read: darma caem). jiakakakak..

    komidi: wedeeeeeehh, mantaaaaab.. mohon tunduk pada sang master. :)

    BalasHapus

© TUL[!]S, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena