Hari
ini (20/09/12) Jakarta tengah melangsungkan pesta demokrasinya guna menentukan
siapa yang berhak memimpin ibukota dalam jangka waktu lima tahun ke depan.
Saking “meriah”-nya, pesta itu tidak cukup dihelat satu putaran.
Bak
di dalam sebuah turnamen sepakbola, laga yang berlangsung di tanggal 11 Juli
nan lalu baru sampai pada ajang kualifikasi. Barulah pada hari ini, dua kubu
yang berhasil lolos akan beradu kuat di babak final. Mereka adalah: Foke-Nara
dan Jokowi-Basuki.
Sekarang,
mari kita singkirkan dulu jauh-jauh ulasan serta prediksi kita mengenai siapa
yang akan menjadi pemenang pada ajang pilkada DKI kali ini. Sebetulnya ada
sebuah hal yang sedikit mengecewakan saya atas diberlangsungkannya perhelatan
pilkada DKI putaran ke dua di hari ini.
Entah
karena minimnya lahan kosong atau bagaimana, hari ini banyak sekali saya jumpai
Tempat Pemilihan Umum (TPU) yang sengaja dibangun di atas jalan. Akibatnya,
jalan-jalan yang biasanya dapat dipergunakan untuk sementara harus terputus.
Tentu sedikitnya hal ini mampu mengurangi rasa kenyamanan warga sebagai
pengguna jalan. Akibat akses yang terhambat, dapat menyebabkan waktu menjadi
terbuang sia-sia.
Inilah
yang saya alami tadi siang. Setidaknya ada empat buah TPU yang menyebar di
jalan-jalan di sekitar tempat saya tinggal. Dengan adanya keempat TPU yang
menghambat jalan itu saja, perjalanan saya yang tak sampai dua kilometer bisa
memakan waktu tempuh hingga lebih kurang dua puluh menit dengan kendaraan
bermotor. Lewati jalan yang biasa-ketemu TPU-mutar lewat gang-ketemu lagi
TPU-masuk gang lagi-TPU lagi-dan seterusnya, sampai akhirnya saya sampai di
tempat tujuan.
Sejujurnya
saya kecewa dengan hal ini. Mungkin orang lain juga akan sependapat dengan
saya. Ada baiknya hal ini patut dicermati bagi setiap elemen yang turut
berkecimpung di dalam pelaksanaan pemilihan umum, agar tidak terulang lagi di
lain kesempatan. Bukankah hingar-bingarnya sebuah pesta hendaknya tidak sampai
mengusik kenyamanan orang lain?
Salam.
0 komentar:
Posting Komentar