Sudah
sebulan belakangan ini penulis saban hari melewati Jalan Harapan Raya/Haji Imam
Munandar untuk pulang-pergi dari dan menuju kantor yang letaknya berada di
sekitar jantung Kota Pekanbaru. Dari rumah–yang berlokasi di seputaran wilayah
Kelurahan Tangkerang Timur–setidaknya penulis melalui dua buah lampu lalu
lintas, yang mana kedua lampu lalu lintas tersebut kabarnya tak kurang baru
sekitar setahunan yang lalu berdiri.
Namun
tampaknya, keefisienan kedua lampu lalu lintas tersebut–bersama dengan lampu
lalu lintas yang berada di persimpangan Jalan Haji Imam Munandar dan Jalan
Pontianak–sedikitnya menghadirkan tanda tanya tersendiri di tengah-tengah
masyarakat. Ada yang berpendapat bahwa lampu-lampu lalu lintas itu tidak cukup
mampu mengatur ketertiban pengguna kendaraan bermotor di jalan raya, atau
bahkan malah menimbulkan keruwetan lalu lintas yang meraja. Cobalah lihat,
walau mau ada lampu lalu lintas sekalipun, nyatanya macet tak mampu jua dielak.
Begitulah sekiranya celotehan dari beberapa karib kerabat.
Namun
agaknya, argumentasi tersebut sedikit terburu-buru. Sekarang mari coba kita
ambil sisi positifnya. Jumlah penduduk di Kota Pekanbaru semakin lama akan
semakin meningkat. Dengan jumlah penduduk yang semakin membesar, maka tingkat
pembelian barang berupa kendaraan bermotor juga berpeluang untuk bertambah dari
waktu ke waktunya. Kalau misalnya di 10 tahun yang lalu hanya ada 100 mobil dan
sepeda motor yang melintasi Jalan Haji Imam Munandar, mungkin kini ada ribuan
kendaraan, atau jumlah itu bisa meningkat hingga mencapai puluhan ribu di 30
atau 40 tahun yang akan datang.
Apa
artinya? Dengan banyaknya jejalan kendaraan yang melintasi sebuah jalan, tentu
akan lebih baik bila ketertibannya diatur dengan hadirnya tiang-tiang lampu
lalu lintas. Mungkin kalau dulu jumlah kendaraan masih sedikit, sehingga bila
tak diatur oleh lampu lalu lintas pun tak akan jadi soal. Mereka yang melewati
setiap persimpangan akan lebih leluasa karena jarang ada lawan dari sisi-sisi
persimpangan yang lainnya. Kalau pun ada dan pada akhirnya menimbulkan keadaan
saling silang antar kendaraan, maka tidak akan melahirkan kemacetan yang
serius, sebab jumlah kendaraan yang terhadang pun hanya sedikit–karena memang
jumlah kendaraan pada waktu dulu juga tak banyak.
Lain dulu
lain sekarang. Bila boleh dibandingkan, menurut pengamatan penulis, jumlah
kendaraan yang beredar di Pekanbaru pada saat ini tampaknya bertambah
berpuluh-puluh kali lipat. Beberapa ruas jalan yang dulunya terbebas dari
kemacetan, kini tampak berubah. Di seputaran Jalan Jendral Sudirman misalnya,
mulai dari depan Mal Pekanbaru sampai ke Pasar Sukaramai, arus lalu lintas acap
kali tersendat di beberapa titik.
Jadi,
keputusan pemerintah setempat dalam menambahkan beberapa buah lampu lalu lintas
di berbagai titik di Kota Pekanbaru patut penulis apresiasi. Keputusan yang
dibulatkan tersebut tak ayal sebagai sebuah tindakan preventif demi
menanggulangi kesemrawutan di jalan raya yang berpeluang muncul dan meluas
dalam beberapa masa yang akan datang. Namun bila nyatanya masih saja terjadi
antrean kendaraan pada sebuah persimpangan lampu lalu lintas, bukan berarti
kesalahan terdapat pada keberadaan lampu lalu lintas tersebut, tapi harus
diperhatikan pula jumlah kendaraan yang melintas serta jumlah ruas jalan yang
ada. Jadi, logikanya tidak boleh terbalik. Bukan karena ada lampu lalu lintas
jalanan-jalanan jadi macet, namun ketertiban di jalan raya lah yang setidaknya
bisa diatur dengan hadirnya lampu lalu lintas. Suai?
Salam.
0 komentar:
Posting Komentar