tulis saja, walau sedikit, apa saja..

Jumat, 25 Januari 2013

Persoalan Lampu Merah Pekanbaru


Sudah sebulan belakangan ini penulis saban hari melewati Jalan Harapan Raya/Haji Imam Munandar untuk pulang-pergi dari dan menuju kantor yang letaknya berada di sekitar jantung Kota Pekanbaru. Dari rumah–yang berlokasi di seputaran wilayah Kelurahan Tangkerang Timur–setidaknya penulis melalui dua buah lampu lalu lintas, yang mana kedua lampu lalu lintas tersebut kabarnya tak kurang baru sekitar setahunan yang lalu berdiri.

Namun tampaknya, keefisienan kedua lampu lalu lintas tersebut–bersama dengan lampu lalu lintas yang berada di persimpangan Jalan Haji Imam Munandar dan Jalan Pontianak–sedikitnya menghadirkan tanda tanya tersendiri di tengah-tengah masyarakat. Ada yang berpendapat bahwa lampu-lampu lalu lintas itu tidak cukup mampu mengatur ketertiban pengguna kendaraan bermotor di jalan raya, atau bahkan malah menimbulkan keruwetan lalu lintas yang meraja. Cobalah lihat, walau mau ada lampu lalu lintas sekalipun, nyatanya macet tak mampu jua dielak. Begitulah sekiranya celotehan dari beberapa karib kerabat.

Namun agaknya, argumentasi tersebut sedikit terburu-buru. Sekarang mari coba kita ambil sisi positifnya. Jumlah penduduk di Kota Pekanbaru semakin lama akan semakin meningkat. Dengan jumlah penduduk yang semakin membesar, maka tingkat pembelian barang berupa kendaraan bermotor juga berpeluang untuk bertambah dari waktu ke waktunya. Kalau misalnya di 10 tahun yang lalu hanya ada 100 mobil dan sepeda motor yang melintasi Jalan Haji Imam Munandar, mungkin kini ada ribuan kendaraan, atau jumlah itu bisa meningkat hingga mencapai puluhan ribu di 30 atau 40 tahun yang akan datang.

Apa artinya? Dengan banyaknya jejalan kendaraan yang melintasi sebuah jalan, tentu akan lebih baik bila ketertibannya diatur dengan hadirnya tiang-tiang lampu lalu lintas. Mungkin kalau dulu jumlah kendaraan masih sedikit, sehingga bila tak diatur oleh lampu lalu lintas pun tak akan jadi soal. Mereka yang melewati setiap persimpangan akan lebih leluasa karena jarang ada lawan dari sisi-sisi persimpangan yang lainnya. Kalau pun ada dan pada akhirnya menimbulkan keadaan saling silang antar kendaraan, maka tidak akan melahirkan kemacetan yang serius, sebab jumlah kendaraan yang terhadang pun hanya sedikit–karena memang jumlah kendaraan pada waktu dulu juga tak banyak.

Lain dulu lain sekarang. Bila boleh dibandingkan, menurut pengamatan penulis, jumlah kendaraan yang beredar di Pekanbaru pada saat ini tampaknya bertambah berpuluh-puluh kali lipat. Beberapa ruas jalan yang dulunya terbebas dari kemacetan, kini tampak berubah. Di seputaran Jalan Jendral Sudirman misalnya, mulai dari depan Mal Pekanbaru sampai ke Pasar Sukaramai, arus lalu lintas acap kali tersendat di beberapa titik.

Jadi, keputusan pemerintah setempat dalam menambahkan beberapa buah lampu lalu lintas di berbagai titik di Kota Pekanbaru patut penulis apresiasi. Keputusan yang dibulatkan tersebut tak ayal sebagai sebuah tindakan preventif demi menanggulangi kesemrawutan di jalan raya yang berpeluang muncul dan meluas dalam beberapa masa yang akan datang. Namun bila nyatanya masih saja terjadi antrean kendaraan pada sebuah persimpangan lampu lalu lintas, bukan berarti kesalahan terdapat pada keberadaan lampu lalu lintas tersebut, tapi harus diperhatikan pula jumlah kendaraan yang melintas serta jumlah ruas jalan yang ada. Jadi, logikanya tidak boleh terbalik. Bukan karena ada lampu lalu lintas jalanan-jalanan jadi macet, namun ketertiban di jalan raya lah yang setidaknya bisa diatur dengan hadirnya lampu lalu lintas. Suai?

Salam.

0 komentar:

Posting Komentar

© TUL[!]S, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena