tulis saja, walau sedikit, apa saja..

Senin, 05 Maret 2012

Pekanbaru, Kini dan Nanti

Tak terasa, sudah lebih dari empat tahun masanya saya meninggalkan kota kelahiran sekaligus kota dimana tempat saya dibesarkan dahulu, Pekanbaru. Biasanya, setiap kali pulang dari perantauan, pasti ada saja yang berubah dari kota ini, terutama dari segi pembangunan. Gedung-gedung menjulang dan megah bermekaran di sepanjang Jalan Jendral Sudirman dan lainnya. Mulai dari Anjungan Seni Idrus Tintin yang berada di dalam kawasan arena purna Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) yang pada tahun 2008 lalu dijadikan lokasi acara puncak Festival Film Indonesia (FFI). Ada lagi Mesjid Ar-Rahman yang berada persis di jantung kota Pekanbaru –persimpangan antara Jalan Tuanku Tambusai dan Jalan Jendral Sudirman– yang dulunya hanya salah satu mesjid tua nan lusuh namun sekarang telah direnovasi dengan arsitektur yang begitu apik. Bergeser ke utara sedikit kita akan menemukan Perpustakaan Daerah Wilayah (Pusdawil) Soeman H.S. yang megahnya sungguh luar biasa. Arsitektur bangunannya sekilas menyerupai tatakan Al-Qur’an. Bangunan yang terdiri atas enam lantai ini persis berada di sebelah Kantor Gubernur Provinsi Riau. Di dalam komplek Perkantoran Gubernur Provinsi Riau pun juga terdapat bangunan baru setinggi sembilan lantai. Jangan lupakan pula Jembatan Siak III yang telah selesai dibangun dan telah diresmikan pada bulan Desember tahun 2011 kemarin. Jembatan yang dibangun sepanjang lebih kurang setengah kilo yang berfungsi menghubungkan antara Kecamatan Senapelan dan Kecamatan Rumbai ini tampaknya akan turut berjaya meneruskan suksesornya terdahulu, yakni Jembatan Siak I dan Jembatan Siak II. Dan terakhir, pada tahun 2011 yang lalu saya juga sempat berkunjung dan menunaikan ibadah salat ashar di Mesjid Raya Pekanbaru yang terletak tidak jauh dari kawasan Pasar Bawah. Ternyata mesjid kuno ini juga dalam tahap perenovasian dan pelebaran. Masih belum puas? Nah, sekarang pemerintah setempat juga sedang ngebut-ngebutnya menyelesaikan perevolusian Bandara Sultan Syarif Qasim (SSQ) II menjadi bandara berkelas internasional yang ditargetkan bulan Mei mendatang akan rampung. Dikatakan pula bahwa bandara ini akan digunakan sebagai embarkasi haji di tahun 2013 yang akan datang. Belum lagi ada tiga bangunan tertinggi di Provinsi Riau yang kini tengah dibangun. Mereka yakni: Graha Pena Riau, yang dimiliki oleh Riau Pos Grup, dibangun 14 lantai di Jalan H.R. Soebrantas; Menara Dang Merdu Bank Riau-Kepri, yang letaknya persis di seberang kiri Kantor Gubernur Provinsi Riau yang akan dibangun setinggi 15 lantai; dan terkahir ialah The Peak Hotel and Apartment yang berdiri setinggi 29 lantai. Sungguh luar biasa saya pikir. Pembangunan di Pekanbaru sedang gila-gilaan. Hal ini tidak mengherankan, mengingat Provinsi Riau merupakan salah satu provinsi terkaya di Indonesia. Sumber Daya Alam (SDA) dan sektor perkebunan sungguh melimpah-ruah di Provinsi Riau. Komoditi utamanya adalah minyak bumi, kelapa sawit dan karet. Dengan begitu, secara otomatis maka turut terdongkraklah perekonomian warga. Bila kesejahteraan meningkat, maka tingkat kerawanan sosial dan kriminal juga akan semakin menurun, rakyat bisa hidup lebih damai dan sejahtera.

Jalanan di Pekanbaru juga masih tetap tertata rapi dan sungguh bersih hingga kini. Kesan ini juga pernah dilontarkan oleh salah seorang senior saya yang pada suatu kesempatan berkunjung ke Pekanbaru pada saat ditugaskan dalam rangka Monitoring Kualitas (MK) Sensus di tahun 2010 nan lalu. Dengan lingkungan yang bersih, tak ayal Pekanbaru menjadi langganan Piala Adipura di setiap tahun. Atasan saya yang dari Jakarta saja betah untuk ditugaskan berlama-lama disana, begitu penuturannya. Namun, pada umumnya terkadang suhu yang cukup panas dan begitu menyengatlah yang menjadi keluhan bagi kaum pendatang. Bila dirumuskan, Kota Pekanbaru bisa digambarkan dengan beberapa pilihan kata berikut: panas, bersih dan makmur. Hehehe..

Pekanbaru juga merupakan sebuah kota yang cukup kondusif menurut saya. Kota yang didiami oleh penduduk multietnis ini buktinya mampu hidup berdampingan dengan damai, walau kadang ada saja satu dua kasus percekcokan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat yang kalau menurut saya merupakan suatu hal yang wajar untuk terjadi di kota-kota besar. Kota ini memang minim wisata alam seperti layaknya pantai dan perbukitan. Tapi dengan begitu Pekanbaru menjadi terhindar dari ancaman bencana-bencana alam yang mungkin terjadi seperti tsunami dan gunung meletus. Dengan berbagai kelebihan yang dimiliki oleh Pekanbaru ini, maka berimbas pula kepada sering dijadikannya Pekanbaru sebagai tuan rumah dalam berbagai event, entah itu yang diadakan oleh suatu kaum partai politik atau bahkan kepada musyawarah nasional dalam menentukan pimpinan suatu cabang olahraga. Atau dalam skala yang lebih besar, Pekanbaru bersama-sama beberapa kabupaten/kota lainnya yang berada di bawah wilayah administrasi Provinsi Riau dipercaya sebagai tuan rumah PON XVIII tahun 2012 nanti.

Pekanbaru Kini dan Nanti

Namun hati saya begitu khawatir dengan segala kemajuan yang ditunjukkan oleh Pekanbaru. Hal ini tidak terlepas dari dua topik berita yang saya baca di harian lokal online beberapa waktu yang lalu. Berita pertama ialah mengenai keberhasilan Polda Riau pada Senin dinihari (21/2) menangkap tujuh wanita yang berprofesi sebagai penari telanjang (striptis) di salah satu tempat hiburan malam yang berada di ujung Jalan Jendral Sudirman. Seumur-umur saya pernah dibesarkan selama kurang lebih 17 tahun di Pekanbaru, tidak pernah sekalipun saya mendengar berita seperti ini. Praktek prostitusi yang saya kenal dahulu di Pekanbaru tidak jauh-jauh dari nama-nama populer macam lokalisasi Jondul, atau yang tersebar di sepanjang Jalan Teuku Umar, itu saja. Namun kini sepertinya bisnis “esek-esek” di Pekanbaru sudah semakin mewabah. Saya jadi teringat bahwa pada beberapa bulan yang lalu saya pernah menemukan info panti pijat “plus-plus” yang berpraktek secara sembunyi-sembunyi, lokasinya ada di Jalan Tuanku Tambusai sana. Info ini saya temukan di salah satu forum di internet. Atau bahkan ternyata ada banyak hotel/penginapan yang bertebaran di Pekanbaru yang memberikan fasilitas “kamar transit” bagi pasangan-pasangan zina. Cerita ini saya peroleh dari seorang teman pada suatu kali saya tengah berada di Pekanbaru.

Mengapa bisa seperti ini? Dimana kesantunan yang pernah saya kenal dari Pekanbaru? Saya takut semakin lama praktek prostitusi di Pekanbaru akan semakin merajarela. Saya begitu khawatir Pekanbaru nantinya akan mencapai level yang sama dengan kota-kota besar lainnya dari sisi kehidupan malam. Ada pusat lokalisasi yang kian hari kian memiliki banyak pengunjung, lalu ditambah dengan terdapatnya tempat prostitusi lain yang berkedok sebagai panti pijat, spa, salon dan sebagainya, pelacur-pelacur bebas bertebaran di banyak titik, hotel-hotel semakin diminati dengan “kamar transit”nya, ini yang saya khawatirkan akan terjadi di Pekanbaru nantinya. Efek snow ball yang secara nyata akan timbul dari hal ini ialah dekadensi moral pada warga, pemuda pada khususnya. Waktu-waktu mereka akan habis terpakai bukan atas kunjungan dalam rangka menambah wawasan ke Pusdawil Soeman H.S., atau berlama-lama beribadah sekaligus menyaksikan keindahan bangunan layaknya Mesjid Agung An-Nur, Mesjid Ar-Rahman atau Mesjid Raya, tapi malah bermaksiat ke banyak tempat hiburan pelepas nafsu syahwat. Bila dibiarkan tentu akan semakin buruk. Lalu timbul candu akan seks pada sebagian masyarakat karena fasilitas untuk melampiaskannya tumbuh dengan subur. Belum lagi perangai remaja yang dikhawatirkan turut pula membudayakan kehidupan seks bebas karena menyaksikan contoh-contoh yang tidak benar.

Itu pertama. Berita selanjutnya ialah tentang penyerangan dan pengrusakan oleh sekelompok anggota geng motor terhadap kantor Polresta Pekanbaru yang berada di Jalan Ahmad Yani pada Minggu (26/2) dinihari. Belakangan diketahui motif atas tindakan ini ialah karena pimpinan dari geng motor yang bersangkutan tengah ditahan di sana. Ironisnya sebagian besar dari kelompok penyerang ini masih berstatus remaja dan masih bersekolah, serta empat orang diantaranya ialah wanita yang kini statusnya telah naik menjadi tersangka. Wow! Sarang polisi saja berani mereka serbu, apalagi warga biasa? Membaca berita ini mengingatkan saya kepada fenomena geng motor yang ada di Bandung dan kota-kota lainnya. Berbagai tindakan kriminal telah mereka lakukan, mulai dari pencurian, penganiayaan, pembunuhan, pengrusakan, macam-macam. Masyarakat menjadi resah akan ulah geng motor ini. Bagaimana tidak, dengan massa anggota yang banyak, mudah saja bagi mereka untuk menyerbu siapa saja yang mereka inginkan, merampas hak-hak yang semestinya bukan milik mereka, dan kalau ada yang berani melawan mereka pun tidak akan segan-segan untuk melukai korbannya. Membayangkannya untuk hal seperti itu terjadi di Pekanbaru saja saya sudah begitu ngeri.

--

Tidak bisa dipungkiri memang, semakin majunya suatu peradaban maka akan diikuti oleh semakin berbagainya problem yang akan timbul di belakangnya. Semuanya tergantung kepada masyarakat dan pemerintah setempat. Perlu adanya kesatupaduan diantara kedua komponen ini di dalam menyelesaikan kedua persoalan yang begitu saya khawatirkan pada uraian sebelumnya. Akan semakin begitu mengkhawatirkan karena kedua kasus tersebut sama-sama menyeret kaum mayoritas pemuda untuk terjebak ke dalam perbuatan maksiat. Kembali kepada peranan keluarga untuk memberikan pengajaran serta perhatian kepada anak-anaknya dengan semestinya. Penting adanya pantauan dari kedua orang tua terhadap kegiatan yang dilakukan oleh anak-anak mereka sehari-harinya, dengan siapa mereka bergaul, dan apa yang mereka lakukan di luar rumah. Di samping memberikan anak-anak kebebasan, patut diimbangin pula dengan beban konsekuensi yang nantinya dapat diterima bila sewaktu-waktu mereka menyalahi aturan. Pendidikan yang terbaik adalah pendidikan yang berasal dari keluarga. Kalau kita jumpai remaja-remaja Pekanbaru sibuk trek-trekan di Jalan Diponegoro atau di Jalan Arifin Achmad, itu bisa saya katakan adanya pengawasan dan pembelajaran yang minim dari keluarga mereka. Umumnya, anak-anak muda yang senang menghabiskan waktunya di luar rumah ialah mereka yang miskin perhatian dari keluarga mereka sendiri.

Di samping adanya pengasuhan yang terbaik dari keluarga, peranan dari pemerintah setempat juga begitu penting terhadap penanggulangan permasalahan ini. Mungkin pemberlakuan hukuman yang lebih berat patut digiatkan agar nantinya menimbulkan efek jera bagi mereka yang melanggar. Seperti tempat-tempat hiburan yang sudah menyimpang misalnya, akan lebih baik dicabut saja izinnya. Membasmi tempat-tempat maksiat yang begitu banyaknya itu memang tidak segampang ketika kita mencabut rumput-rumput liar di halaman rumah. Biasanya ada saja oknum-oknum “kuat” yang bersedia pasang badan untuk melindungi mereka, yang tentunya diiming-imingi dengan imbalan besar. Makanya, sudah tidak asing lagi berita yang mengabarkan bahwa razia-razia prostitusi sering kali gagal dilakukan. Lha wong yang mau dirazia sudah dapat informasi duluan.

Itu dari segi penegakan hukum. Selanjutnya pemerintah dalam hal ini melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan beserta Dinas Pemuda dan Olahraga setempat mungkin bisa mengadakan semacam penyuluhan kepada para pelajar di sekolah-sekolah. Mengenalkan kepada mereka tentang begitu bahanya risiko yang mesti mereka tanggung apabila mereka melakukan berbagai tindakan kriminal di suatu saat nanti bisa dijadikan suatu contoh bahan pemaparan. Atau dapat pula diberikan sentuhan-sentuhan kerohanian di dalam pendekatan kepada mereka. Saya yakin, bila iman mereka sudah terbentengi maka peluang mereka untuk mencicipi sisi kelamnya kehidupan geng motor atau tarian-tarian pengumbar syahwat yang begitu memabukkan itu sedikitnya juga akan terkikis.

Sekarang tinggal dikembalikan kepada Pekanbaru: ingin selamanya menyandang predikat Bertuah –bersih, tertib, usaha bersama, aman dan harmonis– atau tidak? Hhmm..

Salam.

0 komentar:

Posting Komentar

© TUL[!]S, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena