tulis saja, walau sedikit, apa saja..

Jumat, 06 April 2012

Menjadi yang Pertama Itu...

Sulung. Dia yang hanya terlahir sebagai anak pertama, buah hati yang paling dinanti-nantikan ibu-bapaknya ketika pertama kali mereka menikah. Yang kelahirannya begitu didamba, konon katanya sebagai pelengkap bahtera rumah tangga. Yang diasuh dengan bekal tanpa adanya pengalaman sebelumnya.


Dari sekian bersaudara, biasanya ia yang paling bijak. Karena ia yang pernah sekian tahun pula turut merasakan hidup di garis-garis kesusahan ekonomi keluarga. Mungkin ia satu-satunya keturunan yang tahu betul bagaimana rasanya menumpang hidup di rumah yang begitu kecil, bagaimana rupanya menimba air langsung dari sumurnya guna keperluan mandi sehari-hari, merasakan genangan-genangan air tatkala rumah yang ditinggalinya tersapu banjir, menahan selera pada waktu-waktu akhir bulan, yang berusaha mati-matian menjadi anak yang berprestasi guna membayar betapa mendanaunya peluh keringat pengorbanan kedua orang tuanya di saat itu, yang tidak harus berkecil hati ketika berkawan dengan anak-anak dari kaum berada, yang senantiasa berdoa lebih banyak agar kehidupannya cepat berubah menjadi lebih baik, yang sekali pun pada masa kecilnya tidak pernah merasakan perayaan ulang tahun– yang terpenuhinya kebutuhan untuk makan sehari-hari saja sudah syukur–.


Dan ketika saudara-saudaranya menyusulnya lahir ke dunia. Ia pula yang didaulat guna menjadi teladan bagi adik-adiknya, yang lebih banyak disalahkan ketika sedang berselisih, yang bertugas menjadi sebaik-baiknya pelindung bagi adik-adiknya, yang menggantikan peran ayah ketika beliau telah tiada, yang berpikir: ah, masih ada adik-adik yang mesti ditanggung sekian kali bila menyangkut soal meminta-minta kepada orang tua, yang biasanya paling bisa berhemat, yang kata ayah kelak (harus!) sukses agar adik-adik juga nantinya bisa ikut sukses macam abangnya, yang paling berpengalaman dimarahi oleh ibu dan ayah, yang baru tahu bagaimana rasanya memiliki kamar pribadi itu di dua atau tiga tahun belakangan, yang pada masa kecilnya tidak sebahagia dan sesejahtera masa kecil yang dilalui oleh adik-adiknya, yang sering diperingati oleh ibu agar senantiasa mengalah kepada mereka, adik-adiknya.


Tapi saya bangga menjadi seorang sulung. Saya bahagia menjadi putra pertama dari kedua orang tua saya. Terlahir menjadi anak pertama membuat perjalanan hidup ini kian lengkap. Menjadikannya sebuah rangkaian cerita, yang menandai bahwa engkau dulunya pernah berada di posisi yang sama sekali tidak pernah engkau harapkan sebelumnya, yang mengingatkan engkau bahwa walau kelak hidup engkau telah berhasil, engkau wajib merendah karena engkau berangkat dari keluarga yang dulunya pernah melarat. Banyak hikmah yang mampu dipetik ketika perjalanan hidup berkurva diagonal, menukik naik dari kiri bawah hingga ke kanan atas, membumbung tinggi dari hiruk-pikuknya kaum marjinal hingga sampai di suatu masa nanti mampu melampui tingginya puncak agung. Hidup itu persoalan menghargai dan menjalani sebaik mungkin garis takdir.


Salam.


0 komentar:

Posting Komentar

© TUL[!]S, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena